Jumat, 09 November 2012

PEMANFAATAN TIKUS MENGURANGI PERKEMBANGAN SODOKU

Lama gak posting di blog rasanya rada aneh dan ada yang kurang *padahal baru 5 hari lalu terakhir posting... hehehe* Nah, entah kenapa aku tiba - tiba ingat tentang tikus. Pasti heran kan? *sotoy*
Jadi, sejak SMA aku benar - benar terinspirasi ketika melihat tikus yang berkeliaran di sana - sini untuk dijadikan sebuah karya yang bisa bermanfaat. Dan berawal dari sebuah tulisan yang kutulis di kelas, akhirnya sampai sekarang tiap buat karya tulis pasti yang kepingin dibahas tikus melulu... hehe...
Sambil review awal mula aku terinspirasi tentang tikus *nostalgia :D* aku mau posting tulisan pertamaku tentang tikus yang ku ceritakan tadi. hehehe
Walau rada aneh, semoga tulisan ini juga dapat menginspirasi semua orang yang membacanya :) Selamat membaca^^

PEMANFAATAN TIKUS
MENGURANGI PERKEMBANGAN SODOKU
Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae. Spesies tikus yang paling dikenal adalah mencit (Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan hampir di semua negara dan merupakan suatu organisme model yang penting dalam biologi; juga merupakan hewan peliharaan yang populer. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tikus diakses pada 12 Januari 2011)
Banyak orang memandang tikus adalah hewan yang menjijikkan, hama tanaman,  dan membawa banyak bibit penyakit dalam kehidupan. Salah satu penyakit yang ditularkan melalui perantara tikus adalah sodoku.
Sodoku merupakan demam yang timbul akibat gigitan tikus. Ini biasa terjadi di Jepang, tetapi boleh saja terjadi di setiap pelosok bumi. Penyakit ini disebabkan oleh organisme halus berbentuk spiral yang terdapat dalam darah dan cairan jaringan yang menjalar dari bekas gigitan dan kelenjar limfe yang berdekatan.
Pada umumnya bekas gigitan tikus itu sembuh tetapi kemudian meradang, membengkak, mengeras, menjadi hitam dan terasa nyeri. Kelenjar limfe yang berdekatan membengkak dan nyeri. Pada stadium yang akut, penyakit ini menimbulkan rasa dingin dan panas tinggi, sakit kepala, mual, rasa nyeri pada otot dan persendian, serta denyut jantung cepat. Di seluruh tubuh mulai timbul ruam berwarna merah kehitam-hitaman. Biasanya keadaan itu berulang kembali tak menentu. Satu di antara sepuluh penderita yang tidak mendapat pengobatan meninggal dunia; hampir semuanya dapat disembuhkan dengan pengobatan modern.
Ada dua hal yang menyebabkan penderita demam ini memerlukan perhatian ahli medis: (1) Penyakit ini mirip dengan malaria atau demam yang berulang, sebab itu penyakit ini perlu diselidiki. (2) Obat manjur hanya diberikan atau diaturkan oleh seorang dokter. (Shryock, Harold, M.D. 1982. Modern Medical Guide. U.S.A: Review & Herald Publishing Assn.)
Tindakan yang harus dilakukan ketika terkena gigitan tikus adalah ‘membakar’ luka gigitan tikus itu tanpa menunggu apapun dan memusnahkan semua tikus yang ada. Pada dasarnya, pemusnahan semua tikus seperti itu dapat mengganggu ekosistem yang terdapat di lingkungan. Oleh karenanya harus ada solusi dari permasalahan ini.
Seorang perancang produk dari Belgia, Bart Weetjens, justru tersenyum mendengar hal tersebut. Beliau menemukan dan memberikan cara agar binatang pengerat ini dapat ikut memecahkan masalah global yang ada, yaitu  dengan mengendus letak 60 juta ranjau yang tersebar di 69 negara. Untuk hal ini, biasanya anjinglah yang digunakan dalam masalah seperti ini, tetapi menurut Beliau tikus lebih mudah untuk dilatih, lebih hemat biaya, tikus juga termasuk ringan sehingga tikus tidak akan meledakkan ranjau. (http://roghuzshy.wordpress.com/2008/11/21/tikus-pengganti-anjing-pelacak/ diakses pada tanggal 12 Januari 2011)
Satwa ini kuat bertahan di daerah tropis, tempat banyak ranjau ditanam, satu hal lagi bahwa membiakkan dan membesarkan tikus ongkosnya lebih murah dibandingkan membiakkan dan merawat hewan lain, seperti anjing. Pada akhir tahun 1990-an Bart Weetjens melatih tikus raksasa berkantung Afrika (Cricetomys gambianus) yang pencimuannya sangat peka untuk dilatih dan berhasil.
Pemanfaatan tikus demikian, dapat membantu permasalahan global seperti halnya ranjau dan juga dapat mengurangi perkembangan sodoku karena tikus terlatih tidak akan menggigit majikannya sendiri.